Masih melanjutkan pembahasan tentang mindset Imanan.
Bukti banyaknya manusia yang gagal membawa keyakinannya atau believe nya dalam
kehidupan adalah pendidikan dan bisnis. Hari ini pendidikan hanya berwujud
pengajaran akademis tanpa makna, sementara bisnis hanya berwujud pengejaran keuntungan
tanpa makna.
Kita tahu semua, persekolahan Islam umumnya hanyalah
pengajaran akademis agama plus akademis umum, namun nilai nilai keyakinan Islam
tidak menjadi platform sama sekali, platform modern school ala
industrialisasi baratlah yang digunakan. Ibarat menginstal microsoft
office di atas Linux, walau kontennya Islam tetap hasilnya sama saja karena
platformnya tetap bukan Islam. Karenanya kenakalan yang terjadi di persekolahan
Islam dan persekolahan umum tidak jauh berbeda. Sebuah riset terhadap sebuah
sekolah menengah atas Islam terkenal di Jakarta menemukan bahwa hanya 5% siswa
yang sholat lima waktu secara penuh. Ini belum termasuk kenakalan lainnya.
(sumber: http://www.altreligionscientology.org/this-i-believe/)
Begitupula yang terjadi pada Perbankan Islam, umumnya
hanya casing syariah pada produk produk perbankan konvensional. Tanpa bermaksud
merendahkan upaya mereka yang berjuang mensyariahkan perbankan konvensional,
tetapi tanpa nilai nilai keyakinan yang ajeg sejak dari filosofi sampai kepada
inovasi, maka ya itu tadi hanya casing atau penempelan semata.
Jika kita jeli, bahkan kebanyakan lembaga zakat, infaq,
shodaqoh cenderung berkembang dengan pendekatan dan ambisi konglomerasi ala
kapitalisme. Mungkin ada yang bilang, bagaimana membawa keyakinan dan kesadaran
kita ke dalam bisnis, sementara kita sekarang ada dalam sistem kapitalisme
dimana semua dikapitalisasi, maka lalu sadar atau tidak kemudian orang
menganggap sah sah saja jika lembaga ZIS didirikan atas platform kapitalisme.
Bahkan dalam pernikahan dan keluarga juga demikian.
Misalnya berapa banyak pernikahan para aktifis yang kandas, padahal pemahaman
tentang agama tak kurang sama sekali, hal ini terjadi karena gagal membawa
nilai nilai keyakinannya dalam pernikahan. Pernikahan umumnya hanya berjalan
begitu saja tanpa misi keluarga, tanpa hal hal besar yang diperjuangkan bersama
atas keyakinannya atau ghirah keimanannya.
Mental kita umumnya takut dan tamak. Takut miskin ketika
masih susah dan tamak ketika sudah makmur. Takut mendidik anak sendiri tetapi
tamak ingin agar anak menguasai semua hal dan ingin agar anak kaya raya. Mental
inilah yang membuat mindset imanan susah masuk terbawa dalam kehidupan.
Kita melupakan bahwa kita adalah manusia yang diberi jiwa
dan keyakinan, yang apabila itu tidak dilibatkan dalam kehidupan yang kita
jalani, maka kemudian produk atau jasa yang kita ciptakan hanya untuk mengejar
ambisi dan obsesi yang tak akan membuat semua bahagia. Dalam jangka panjang
akan merobohkan semuanya.
Seorang filsuf menggambarkan hal ini dengan sangat indah:
“Pada hampir semua orang, partisipasi dalam kisah-kisah kehidupan kita ini
terjadi otomatis, tanpa disadari. Kita hidup seperti aktor dalam sebuah drama,
yang diberikan peran tanpa memahami keseluruhan kisahnya. Tetapi ketika Anda
berhubungan dengan jiwa Anda, Anda lihat keseluruhan naskah cerita dramanya.
Anda mengerti. Anda tetap berpartisipasi dalam kisahnya, tetapi sekarang Anda
berpartisipasi dengan penuh sukacita, dengan sadar, dan dengan sepenuhnya. Anda
bisa membuat pilihan-pilihan yang didasarkan kepada pengetahuan dan lahir
dari keterbebasan. Setiap momennya menjadi lebih berkualitas berkat penghargaan
terhadap apa apa makna itu dalam konteks kehidupan kita.”
Ramadhan mengajak kita untuk berhenti sejenak, merenung
seberapa keimanan, keyakinan itu terbawa dan terekat kuat dalam kehidupan. Kita
diminta untuk memanjangkan ibadah di malam hari dan menghentikan rutinitas
makan di siang hari, agar banyak merenung, merefleksikan keimanan dalam
perjalanan hidup selama ini.
Ketika kita mengkaitkan jiwa dan keyakinan dalam
kehidupan dan misi besar kehadiran kita di dunia maka terkuaklah semua mistery
dan lenyaplah semua misery.
Salam Pendidikan Peradaban
Artikel ini terdiri dari 8 bagian, silakan klink link
berikut untuk membaca part lainnya. Part 1, Part 3, Part 4, Part 5, Part 6,
Part 7, Part 8.
#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah
Oleh Ust. Harry Santosa
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa
0 comments :
Post a Comment