Cerdas Mendunia!

Tuesday, 5 June 2018

Imanan wa ihtisaban (Part 5) – Keimanan Kunci Peradaban


Orang orang pada sebuah bangsa berkembang sering merasa pesimis, bahkan minder bahwa negerinya yang miskin itu tak akan pernah mampu tampil hebat dan cemerlang karena kemiskinannya atau kelemahan ekonominya. Mereka mengatakan untuk menyelesaikan dahulu urusan perut dan kebutuhan materi lainnya sebelum bisa sampai pada kemajuan. Sebagian orang orang pada bangsa berkembang itu kurang optimis pada masa depan, mereka lebih suka menyalah nyalahkan masa lalu, menyalahkan konspirasi negara maju yang melemahkan mereka, sibuk menyalahkan bangsa sendiri dstnya sehingga membuat mereka justru berjalan di tempat bahkan mundur ke belakang.

Seorang sosiolog mengatakan mengapa bangsa bangsa di timur mudah dijajah, itu karena ada sifat sifat dan fikiran fikiran dominan pada bangsa itu yang menyebabkan mereka layak dan pantas untuk dijajah. Riset riset terbaru hari ini menunjukkan hal yang berbeda tentang kemajuan, bahwa kemajuan seorang individu, sebuah organisasi, sebuah bangsa, sebuah peradaban itu bukan tergantung pada sumberdaya yang berlimpah, tetapi justru tergantung dari manusia yang memiliki keyakinan besar dan fikiran besar untuk melakukan perubahan dan menebar rahmat serta manfaat

(sumber: http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-peradaban-ciri-ciri-para-ahli-peradaban.html)

Manusia dengan keyakinan besar dan fikiran besar lalu kemudian mampu membawa keyakinan besar dan fikiran besar ke dalam kehidupan itulah justru yang akan punya energi besar dan gerakan besar untuk tampil di pentas sejarah peradaban walau sumberdaya terbatas termasuk ekonomi. Hari ini banyak orang melihat bahwa beberapa perusahaan biasa dengan sumberdaya biasa mampu membuat perubahan dan trend besar, sementara banyak perusahaan dengan sumberdaya besar bahkan tak mampu sustain atau tak berlangsung panjang. Perbedaannya terletak pada kemampuan membawa keyakinan atau keimanannya ke dalam setiap aspek realita bisnis dan kehidupannya.

Bahkan pada bangsa bangsa yg menjunjung kapitalisme, ditemukan bahwa orang mau bergerak dan kreatif lebih hebat justru apabila tanpa diberikan iming iming materi dan popularitas seperti reward and punishment, pencitraan dll. Bagi bangsa barat, logika ini sulit diterima, tetapi riset riset dan pengalaman peradaban mereka sendiri membuktikan demikian dan mereka terpaksa mempercayainya.

Di masa Rasulullah SAW di Madinah, kondisi ekonomi para Sahabat tidak terlalu baik juga bahkan seringnya mereka kekurangan makanan dan keterbatasan sumberdaya, namun ide besar dan keyakinan besar membuat mereka berupaya menemukan misi hidupnya di dunia lalu kemudian melahirkan keberanian dan kemampuan bergerak hebat sehingga menggulung dua imperium besar dunia dan memberi cahaya bagi dunia selama ratusan tahun sesudahnya.

Bangsa Arab dimana Nabi SAW ditempatkan adalah bangsa yang miskin sumberdaya alam waktu itu, namun sejarah membuktikan bahwa bangsa yang miskin itu setelah dibimbing dengan keyakinan yang hebat dan narasi hebat peradaban yang kemudian menjadi misi peradabannya, mereka mampu tampil di pentas dunia selama ratusan tahun.

Itulah spiritual, itulah faith, itulah keyakinan dan keimanan yg besar yang turun menjadi misi perubahan sehingga mampu membuat perubahan besar bagi dunia serta menebar manfaat yang besar bagi ummat. 

Dr Malik Bennabi (Malik bin Nabi) seorang pakar peradaban dalam tesis nya tentang siklus peradaban, tentang jatuh dan bangkitnya peradaban, menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan besar dan idea besar yang kemudian menjadi misi perjuanganlah sang pemicu bangkitnya peradaban, sementara justru materi dan keberlimpahan peradabanlah penyebab hancur dan terpuruknya sebuah peradaban.

Maka jangan pernah menunggu orang lain atau bangsa lain agar membantu kita untuk maju, atau menyalah nyalahkan orang lain atau bangsa lain sehingga kita malah susah maju, tetapi kuatkanlah akar keyakinan atau keimanan kita kepada Allah SwT. Keimanan inilah yang kelak merupakan energi besar perubahan yang memadukan dan memaksimalkan semua potensi atas fitrah untuk mampu dan maju. Seseorang atau sebangsa harus bangkit dan tampil dari keyakinan dan keimanannya sendiri.

Seorang filsif pernah berkata,
Jika saya bukan untuk saya, lalu siapa yang akan menjadi saya
Jika saya untuk saya, lalu siapa saya
Jika tidak sekarang, lalu kapan?

Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Tuhan Kami adalah Alloh," kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata): "Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu." (QS 41 Fushshilat ayat 30).

"Katakanlah ya Muhammad, bahwa setiap orang beramal menurut bakat pembawaannya masing masing . Dan Robbmulah Yang Paling Tahu siapa yang paling tepat jalannya" (QS 17:84.

Artikel ini terdiri dari 8 bagian, silakan klink link berikut untuk membaca part lainnya. Part 1, Part 2, Part 3, Part 4, Part 6, Part 7, Part 8.

Salam Pendidikan Peradaban

Oleh Ust. Harry Santosa
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa
Share:

0 comments :

Post a Comment

Translate

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Powered by Blogger.

Flag Counter

Flag Counter