Era digital atau dikenal dengan Revolusi Industri 4.0 ini
memberikan tantangan baru dalam hal pendidikan anak. Bagaimana tidak, sekarang
informasi serba bersliweran dan bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Tentu
saja, pada zaman yang serba digital ini pendidikan anak memiliki treatment yang
berbeda dengan zaman dulu. Jika dulu setelah pulang sekolah, anak bermain
dengan teman – teman dan setelah sore ada yang ikut kursus ataupun mengaji di
masjid, zaman sekarang kapan pun dimanapun anak pegang HP. Seolah HP adalah
segalanya, karena memang zaman sekarang hampir semua bisa di dapat dari HP.
Kita sebagai orang tua, tidak boleh menyalahkan zaman karena memang inilah
kenyataan, yang ada adalah orang tua sebisa mungkin memanfaatkan teknologi yang
ada untuk pendidikan anak.
Semakin mudahnya informasi didapat dan semakin baiknya gizi
anak sekarang, sehingga sering kita dapati kids zaman now baligh dulu dan akil
terlambat. Kenapa bisa baligh dahulu dan akil kemudian? Baligh kaitanya dengan
kedewasaan fisik, sedangkan akil kaitannya dengan kedewassan akal. Jika anak
perempuan dulu menstruasi sekitar usia SMP, sekarang SD pun sudah, demikian
pula untuk anak laki – laki. Contoh yang lebih parah, anak SD zaman now sudah
menghamili dan yang perempuan hamil. Padahal mereka belum tahu tanggung jawab
mendidik anak karena meraka juga secara akil masih anak – anak.
Hubungannya dengan pendidikan anak, siapakah sebenarnya
yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak? Semua pasti menjawab, orang tua.
Orang tua sendiri terdiri dari Ayah dan Bunda. Akan tetapi kenyataan sekarang
sangat memprihatinkan dimana ayah dan bunda sibuk bekerja anak masuk penitipan
atau PAUD atau sekolah fullday. Lalu
apabila terjadi kenakalan anak, orangtua saling menyalahkan. Ada pula istri
yang pengertian, mau menerima untuk resign kerja demi menemani anak, menuju
fitrah sebagai ibu. Ternyata masih saja terjadi kecolongan walaupun ibu sudah
menunggu di rumah. Kemudian suami menyalahkan istri atas kenakalan atau
kekurangan yang ada pada anak. Suami merasa sudah sibuk bekerja sehingga apapun
terkait anak itu tanggung jawab istri. Si istri merasa sudah melakukan yang
terbaik, dari bangun tidur sampai tidur lagi rasanya sudah stand by menjaga
anak. Akhirnya terjadi percekcokan suami - istri. Terkadang kita lupa, anak
dibuat oleh ayah dan bunda, sehingga mendidik juga merupakan tanggung jawab
bersama.
Mendidik anak merupakan tanggung jawab berdua, ayah dan
bunda. Kenapa harus ayah dan bunda? Kerena pada dasarnya ayah dan bunda
memiliki fitrah yang berbeda. Ayah sebagai seorang yang cenderung pendiam,
tetapi memiliki karakter yang kuat. Sebaliknya bunda, dimana fitrahnya lebih
banyak berbicara, memiliki sifat kelembutan dan kasih sayang. Keduanya penting,
jika berat sebelah maka tidak akan seimbang. Misalnya seorang anak yang kurang
pendidikan dari ayah, maka ia cenderung tidak percaya diri. Sedangkan anak yang
kurang pendidikan bunda, maka ia cenderung keras. Keseimbangan pendidikan ayah
dan bunda menjadi faktor kuat masa akil baligh anak berjalan seirama.
Sebagai kepala keluarga dan juga pendidik karakter utama
anak, seorang ayah memiliki tanggung jawab untuk menentukan visi dan misi
keluarga dan tentunya visi dan misi pendidikan anak. Jika diibaratkan sebuah
sekolah, ayah adalah kepada sekolahnya sedangkan bunda adalah gurunya. Kepala
sekolah sebagai penanggung jawab sebuah sekolah dan guru sebagai pelaksana harian.
Kemudian di era digital ini bagaimana cara pendidikan
anak agar terbentengi dari virus digital internet dan tetap dapat bersaing di
zaman disruptif ini? Kunci utamanya yaitu dengan memanamkan karakter pada anak
sehingga ia tidak mudah terpengaruh informasi – informasi yang bersliweran dan
juga terjaga dalam pergaulanya. Jadi, tidak melarang anak untuk belajar dari
internet maupun bermedia sosial tetapi kita tanamkan dasar pada anak untuk
memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Karena pada dasarnya anak itu,
semakin dilarang justru semakin penasaran. Hal ini sesuai pesan Sahabat Ali bin
Abi Tholib:
“Didiklah anakmu sesuai jamannya, karena
mereka hidup bukan di jamanmu!”
Lantas bagaimana caranya penanaman karakter ini
dilakukan? Salah satu caranya, sesuai yang dituntunkan Rosul dalam hadistnya
yaitu
“Ajarilah anak – anak kalian berkuda,
berenang, dan memanah”
Apa hubungan berkuda, berenang, dan memanah di era
digital ini? Pertama, semua sunah Rosul pasti ada hikmahnya, sebagai orang
mukmin wajib melaksanakan. Kedua, jika kita tilik lebih dalam tentang berkuda
berenang dan memanah, ternyata mengandung hikmah sebagai berikut:
- Berkuda diartikan sebagai Skill of Life, yaitu dengan memberikan keterampilan atau keahlian sebagai bekal hidup sehingga memiliki rasa percaya diri, jiwa kepemimpinan dan pengendalian diri yang baik.
- Berenang diartikan sebagai Survival of Life, mendidik anak agar selalu semangat dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah.
- Memanah diartikan sebagai Thinking of Life, mengajarkan anak untuk membangun kemandirian berpikir, merencanakan masa depan dan target hidup.
Semoga dengan menggunakan rumus SST (Skill, Survival, dan
Thinking) yang bersumber dari hadist Rosul ini, kita bisa menanamkan karakter
positif yang kuat pada anak sehingga pada kondisi bagaimanapun anak terjaga dan
bisa menjaga dirinya sendiri. Penanaman karakter adalah tanggung jawab utama
ayah, tetapi pendidikan anak adalah tanggung jawab ayah dan juga bunda.
Referensi:
https://www.kompasiana.com/elokkhusna/584a2e7e8d7a61d308d3824e/mendidik-anak-ala-ali-bin-abi-thalib-ra?page=1
0 comments :
Post a Comment