Cerdas Mendunia!

Sunday, 16 December 2018

Ayah Milineal di Era Digital


Era digital atau dikenal dengan Revolusi Industri 4.0 ini memberikan tantangan baru dalam hal pendidikan anak. Bagaimana tidak, sekarang informasi serba bersliweran dan bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Tentu saja, pada zaman yang serba digital ini pendidikan anak memiliki treatment yang berbeda dengan zaman dulu. Jika dulu setelah pulang sekolah, anak bermain dengan teman – teman dan setelah sore ada yang ikut kursus ataupun mengaji di masjid, zaman sekarang kapan pun dimanapun anak pegang HP. Seolah HP adalah segalanya, karena memang zaman sekarang hampir semua bisa di dapat dari HP. Kita sebagai orang tua, tidak boleh menyalahkan zaman karena memang inilah kenyataan, yang ada adalah orang tua sebisa mungkin memanfaatkan teknologi yang ada untuk pendidikan anak.



Semakin mudahnya informasi didapat dan semakin baiknya gizi anak sekarang, sehingga sering kita dapati kids zaman now baligh dulu dan akil terlambat. Kenapa bisa baligh dahulu dan akil kemudian? Baligh kaitanya dengan kedewasaan fisik, sedangkan akil kaitannya dengan kedewassan akal. Jika anak perempuan dulu menstruasi sekitar usia SMP, sekarang SD pun sudah, demikian pula untuk anak laki – laki. Contoh yang lebih parah, anak SD zaman now sudah menghamili dan yang perempuan hamil. Padahal mereka belum tahu tanggung jawab mendidik anak karena meraka juga secara akil masih anak – anak.

Hubungannya dengan pendidikan anak, siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak? Semua pasti menjawab, orang tua. Orang tua sendiri terdiri dari Ayah dan Bunda. Akan tetapi kenyataan sekarang sangat memprihatinkan dimana ayah dan bunda sibuk bekerja anak masuk penitipan atau PAUD atau sekolah fullday. Lalu apabila terjadi kenakalan anak, orangtua saling menyalahkan. Ada pula istri yang pengertian, mau menerima untuk resign kerja demi menemani anak, menuju fitrah sebagai ibu. Ternyata masih saja terjadi kecolongan walaupun ibu sudah menunggu di rumah. Kemudian suami menyalahkan istri atas kenakalan atau kekurangan yang ada pada anak. Suami merasa sudah sibuk bekerja sehingga apapun terkait anak itu tanggung jawab istri. Si istri merasa sudah melakukan yang terbaik, dari bangun tidur sampai tidur lagi rasanya sudah stand by menjaga anak. Akhirnya terjadi percekcokan suami - istri. Terkadang kita lupa, anak dibuat oleh ayah dan bunda, sehingga mendidik juga merupakan tanggung jawab bersama.

Mendidik anak merupakan tanggung jawab berdua, ayah dan bunda. Kenapa harus ayah dan bunda? Kerena pada dasarnya ayah dan bunda memiliki fitrah yang berbeda. Ayah sebagai seorang yang cenderung pendiam, tetapi memiliki karakter yang kuat. Sebaliknya bunda, dimana fitrahnya lebih banyak berbicara, memiliki sifat kelembutan dan kasih sayang. Keduanya penting, jika berat sebelah maka tidak akan seimbang. Misalnya seorang anak yang kurang pendidikan dari ayah, maka ia cenderung tidak percaya diri. Sedangkan anak yang kurang pendidikan bunda, maka ia cenderung keras. Keseimbangan pendidikan ayah dan bunda menjadi faktor kuat masa akil baligh anak berjalan seirama.

Sebagai kepala keluarga dan juga pendidik karakter utama anak, seorang ayah memiliki tanggung jawab untuk menentukan visi dan misi keluarga dan tentunya visi dan misi pendidikan anak. Jika diibaratkan sebuah sekolah, ayah adalah kepada sekolahnya sedangkan bunda adalah gurunya. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab sebuah sekolah dan guru sebagai pelaksana harian.

Kemudian di era digital ini bagaimana cara pendidikan anak agar terbentengi dari virus digital internet dan tetap dapat bersaing di zaman disruptif ini? Kunci utamanya yaitu dengan memanamkan karakter pada anak sehingga ia tidak mudah terpengaruh informasi – informasi yang bersliweran dan juga terjaga dalam pergaulanya. Jadi, tidak melarang anak untuk belajar dari internet maupun bermedia sosial tetapi kita tanamkan dasar pada anak untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Karena pada dasarnya anak itu, semakin dilarang justru semakin penasaran. Hal ini sesuai pesan Sahabat Ali bin Abi Tholib:

“Didiklah anakmu sesuai jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu!”

Lantas bagaimana caranya penanaman karakter ini dilakukan? Salah satu caranya, sesuai yang dituntunkan Rosul dalam hadistnya yaitu

“Ajarilah anak – anak kalian berkuda, berenang, dan memanah”

Apa hubungan berkuda, berenang, dan memanah di era digital ini? Pertama, semua sunah Rosul pasti ada hikmahnya, sebagai orang mukmin wajib melaksanakan. Kedua, jika kita tilik lebih dalam tentang berkuda berenang dan memanah, ternyata mengandung hikmah sebagai berikut:

  1.      Berkuda diartikan sebagai Skill of Life, yaitu dengan memberikan keterampilan atau keahlian sebagai bekal hidup sehingga memiliki rasa percaya diri, jiwa kepemimpinan dan pengendalian diri yang baik.
  2.        Berenang diartikan sebagai Survival of Life, mendidik anak agar selalu semangat dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah.
  3.      Memanah diartikan sebagai Thinking of Life, mengajarkan anak untuk membangun kemandirian berpikir, merencanakan masa depan dan target hidup.




Semoga dengan menggunakan rumus SST (Skill, Survival, dan Thinking) yang bersumber dari hadist Rosul ini, kita bisa menanamkan karakter positif yang kuat pada anak sehingga pada kondisi bagaimanapun anak terjaga dan bisa menjaga dirinya sendiri. Penanaman karakter adalah tanggung jawab utama ayah, tetapi pendidikan anak adalah tanggung jawab ayah dan juga bunda.

Referensi:
https://www.kompasiana.com/elokkhusna/584a2e7e8d7a61d308d3824e/mendidik-anak-ala-ali-bin-abi-thalib-ra?page=1

Share:

0 comments :

Post a Comment

Translate

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Powered by Blogger.

Flag Counter

Flag Counter